Ini tahun ketiga sahur jauh dari
rumah, jauh dari keluarga, jauh dari masakan umi. Ada kesedihan tersendiri
ketika menulis ini, hanya ingin megguratkan apa yang terbenak selepas sahur
tadi. Untuk ketiga kalinya secara berturut, sahur hari pertama di bulan suci
kulewati dengan masakan orang lain, di tanah orang lain, namun dengan hati yang
tetap milikku, yang tentu menanggung sesak akan rindu.
Biarkan aku bercerita akan sahur
yang ku tau, sahur yang terus membenak di kepalaku ketika dulu masih di sana,
ya di rumah.Di awali dengan adat balimau
atau berenang sih, budaya minang sebelummenghadapi puasa. Gua cabut ama temen
temen kesungai terdekat
buat membasuh badan dan menikmati renang siang siang
selagi bisa, dan Satu hal yang pasti, gua bakal jajan sebanyaknya, dan makan
semampunya, sampai sesak menjelang. Efek rakus Hahahaha. Hingga keesokan
paginya, umi bakal dengan kesusahan bangunin gua,mulai hanya
memanggil,menggoyang-goyangkan badan, hingga di tarik paksa ampe badan kejedot
lantai. Tapi pasti, kalo gua udah di gendong trus di bawa kedepan makanan,
pasti mata melek. Aroma dari masakan emak gua emang udah kaya wangi kasturi
bagi perut dan hidung gua. Hahh, Umi abang kengen beneran lo ini, masakan umi
juga kangen, semuanya juga kangen.
Pertama kali gua habiskan sahur
seorang diri pas SMA di bandung, efek persiapan SBM dan ga boleh pulangnya ama
bokap. Berawal niat sahur di warteg biar ga kesepian amat, hingga berahir di
kamar sendiri di temani film, berkat warteg yang penuh. Umi nelpon disana, dan
itu gua hadapi dengan suara yang berusaha seceria mungkin. Walau jujur, tetes
demi tetes bulir bulir air dari ujung mata bergulir dengan sendirinya. Hingga telpon
pun mati,dan isak tertahan keluar di sana, di sudut kamar gelapku. Begitu berat
gua merasa, seorang anak baru lulus SMA, ngadepin bulan suci seorang diri,
berkat gagal Undangan.
Kedua kalinya sahur jauh dari
rumah pas udah kuliah, bukan di bogor ini terjadi, kalau memang kalian berpikir
demikian. Ini terjadi di daerah Bandar Jaya, Lampung. Momen ini terjadi sebab
sial akan hidup terjadi dan menumpuk di ahir semester dua sana, dan gua hadapi
dengan bertualang. Bertualang pulang kerumah sendiri, sambung menyambung dengan
kendaraan umum. Mulai dari merak-kapal-bakauni-dan serentetan angkutan umum. Total
10 hari gua dijalan sana, dan hari ke 2 adalah hari pertama puasa. Waktu itu
jam 03.30 am gua di turunin bus di bandar jaya, dengan kondisi jalan adalah
jalur antar lintas sumatra. Anak anak berandal asik dengan balapan liarnya,dan
hanya ada sebaris rumah dipinggir jalan, yang di bayangi oleh lebatnya hutan. Takut
menelusup di sana, anak anak yang balapan liar mulai memperhatikan gua, dan
melangkah kearah gua, dengan modal nekat gua menuju rumah terdekat dan meminta
tolong untuk numpang sahur. Alhamdulillah di beri, sebuah sukur luar biasa yang
gua terima di situ. Terselamatkan diri akan kisah buruk akan begal yang sudah
biasa terjadi disana. Walau tetap ada sedih yang membalut di hati.
Ketiga kalinya ya hari ini, gua lampiaskan rindu dengan
berkumpul bareng anak anak UKF. Bakar bakar bareng mereka, sambil mempersiapkan
pangan untuk sahur nanti. Awalnya hanya ingin sahur bersama dengan mereka yang
senasib, anak anak jurusan. Yah, gubrisan itu tak kudapatkan, mungkin yang
merasa sepi hanya gua di antara mereka. Ya sudah, gua habiskan sesak ini
bersama mereka yang mengerti, dan merasa. Sebuah sukur masih memiliki sahabat
sahabat yang di satukan atas perjuangan menuju titik yang sama, bukan tekanan
kuliah yang hanya tau kata “bareng” atau “bersama” saat ada tugas, saat
ngadepin senior. Sudah lah, udah maaf maafan juga kemaren, lupakan semua. Memang
ini yang biasa terjadi di sekedar ucapan, bukan raga dan jiwa yang tergerak,
hanya mulut.
“Selamat berjuang dan menikmati bulan penuh berkah nan berahmat ini kawan. Semoga rindumu terbalas , berkumpul di rumah kecil nan hangat dengan kasih sayang, hingga sampai di surga yang begitu kita dambakan itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar